5 Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan, Catat Hal yang Diharamkan saat Junub

5 Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan, Catat Hal yang Diharamkan saat Junub

Amelia Ghany Safitri - detikHikmah
Jumat, 08 Nov 2024 05:45 WIB
mandi wajib ramadhan
Foto: Getty Images/iStockphoto/Ekaterina79
Jakarta -

Mandi junub merupakan suatu kewajiban yang dilakukan bagi seorang muslim yang mengalami kondisi-kondisi tertentu. Meskipun secara umum beberapa kondisi laki-laki dan perempuan sama, ada beberapa kondisi khusus yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan.

Selain memiliki persamaan dalam tata cara dan rukun mandi junub antara laki-laki dan perempuan, namun ada beberapa hal tambahan yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan. Berikut adalah beberapa hal yang membedakan dari penyebab mandi junub bagi perempuan.

Penyebab Mandi Junub bagi Perempuan

Merangkum buku Ringkasan Fiqih Mazhab Syafii yang ditulis oleh Musthafa Dib Al-Bugha, dan buku Fiqih Sunnah 1 Sayyid Sabiq, penyebab mandi jubun bagi perempuan umumnya sama seperti penyebab mandi junub bagi laki-laki, namun ada 2 hal yang menambahkannya, yaitu haid dan nifas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Bertemunya Dua Kelamin atau Berhubungan Suami Istri

Mandi junub diwajibkan apabila dua alat kelamin laki-laki dan perempuan telah bertemu, yaitu ketika kepala penis (hasyafah al-dzakar) masuk ke vagina, meskipun tidak masuk seluruhnya, baik mengeluarkan air mani maupun tidak. Kewajiban mandi berlaku juga bagi istri yang dijimak (berhubungan dengan suaminya), baik ia mengeluarkan air mani maupun tidak mengeluarkannya.

Aisyah ra. menuturkan: "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang seorang laki-laki yang menjimak istrinya, tetapi ia tidak mengeluarkan mani, apakah keduanya wajib mandi? Pada saat itu, 'Aisyah sedang duduk. Lalu, Rasulullah SAW bersabda, 'Aku pun pernah melakukan hal tersebut bersama istriku ini (Aisyah), lalu kami mandi." (HR. Al-Bukhari)

ADVERTISEMENT

2. Keluar Air Mani (Cairan Orgasme)

Penyebab mandi junub bagi perempuan selanjutnya adalah air mani (cairan orgasme) yang keluar dari alat kelaminnya yang terlihat secara jelas. Bagi laki-laki, hal tersebut dapat dilihat ketika air mani keluar dari penisnya.

Sedangkan bagi perempuan, hal itu dapat dilihat ketika keadaan duduk jongkok atau saat buang air kecil atau besar. Kewajiban mandi junub juga berlaku jika air mani keluar saat bermimpi ketika tidur. Hal ini sesuai dengan hadis dari Aisyah RA yang menceritakan:

"Suatu ketika Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah RA, datang kepada Rasulullah SAW sambil berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dengan kebenaran, apakah perempuan yang bermimpi diwajibkan mandi?' Rasulullah SAW menjawab, 'Ya, jika ia melihat air (mani).'" (HR. Al-Bukhari)

Maksud mimpi dalam hadits tersebut adalah mimpi berhubungan dan telah terlihat air mani di bajunya ketika terbangun dari tidur. Diriwayatkan pula dari Aisyah RA yang berkata:

"Rasulullah SAW pernah ditanya tentang laki-laki yang mendapati bajunya basah (dari air mani), tetapi ia tidak ingat telah bermimpi. Beliau menjawab, 'la wajib mandi.' Beliau juga ditanya tentang laki-laki yang bermimpi, tetapi tidak mendapati air mani ketika bangun. Beliau menjawab, 'Ia tidak wajib mandi.' Ummu Salamah juga bertanya, 'Bagaimana dengan perempuan yang mengalami hal seperti itu, apakah ia wajib mandi?' Nabi SAW menjawab, 'Ya, sesungguhnya perempuan itu sama halnya dengan laki-laki.'" (HR. Abu Dawud)

3. Meninggal Dunia

Meninggal dunia juga merupakan salah satu penyebab mandi junub bagi perempuan, dalil diwajibkannya perempuan mandi karena meninggal dunia adalah hadits dari Ummu 'Athiyyah Al-Anshari RA yang mengatakan:

"Rasulullah SAW mendatangi kami ketika putrinya meninggal dunia. Lalu beliau berkata, 'Mandikanlah ia tiga kali." (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Haid

Haid adalah keluarnya darah dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat, yang berbeda dengan melahirkan atau pecahnya selaput darah.

Menurut pendapat mayoritas ulama, haid dimulai jika seorang wanita telah memasuki umur sembilan tahun. Jika seorang wanita melihat darah keluar sebelum usia sembilan tahun, darah tersebut bukanlah darah haid, tapi darah penyakit.

Darah haid pun bisa keluar sepanjang umur, tidak ada dasar yang menyatakan bahwa haid berakhir pada usia tertentu. Jadi, jika seorang wanita yang sudah tua dan melihat adanya darah yang keluar dari kemaluannya, maka darah tersebut adalah darah haid.

Berdasarkan hadits dari Aisyah RA, ia menceritakan:

"Sesungguhnya Rasulullah SAW berkata kepada Fathimah binti Abî Hubaisy RA, 'Apabila masa haidmu datang, tinggalkan salat. Apabila masa haidmu berakhir, mandilah dan salat." (HR. Al-Bukhari)

Warna darah yang dinyatakan sebagai darah haid adalah sebagai berikut:

  1. Hitam. Ini berdasarkan hadits dari Fathimah binti Abu Hubaisy, bahwasanya ia sering mengeluarkan darah. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepadanya, "Jika darah yang keluar adalah haid, maka warnanya adalah hitam yang dapat dikenali. Jika terdapat darah yang berwarna seperti itu, maka berhentilah mengerjakan salat! Jika berwarna lain, hendaknya tetap wudhu dan melaksanakan, karena ia hanyalah darah penyakit" (HR. Abu Daud, Nasai, Ibnu Hibban dan Daraguthni)
  2. Kemerahan, yang merupakan warna asli darah.
  3. Kekuningan, ini biasanya dapat dilihat kaum perempuan seperti nanah, tapi lebih kental dan agak menguning.
  4. Keruh, yaitu berwarna antara putih dengan hitam seperti air yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits Algamah bin Abu Algamah dari ibunya, Marjanah, yang dulunya seorang hamba sahaya lantas dibebaskan oleh Aisyah RA. Ia berkata bahwa beberapa wanita mengirimkan suatu wadah yang di dalamnya terdapat kapas yang berwarna kekuningan bekas terkena darah haid. Mereka bertanya tentang kewajiban shalat, lalu Aisyah menjawab, "Jangan tergesa-gesa (mengerjakan shalat) sampai kalian melihat warna kapas itu putih." (HR. Malik dan Muhammad bin Al-Hasan)

5. Nifas

Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah ia melahirkan, hal ini juga berlaku jika ia keguguran. Jika seorang wanita melahirkan dan darah yang keluar setelah melahirkan terhenti, atau tidak mengeluarkan darah lagi, maka masa nifasnya telah berakhir dan ia wajib mengerjakan salat, puasa, dan ibadah yang lain.

Sementara itu, batas maksimal nifas adalah empat puluh hari. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Salamah RA, ia berkata, "Pada masa Rasulullah, ada seorang wanita yang sedang nifas dan ia tidak melakukan (ibadah) apapun selama empat puluh hari." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Tirmidzi menambahkan, "Para sahabat Rasulullah SAW, tabiin, dan generasi berikutnya sepakat bahwa wanita yang sedang nifas meninggalkan salat selama empat puluh hari, kecuali apabila ia sudah suci sebelum habis masa tersebut, maka mereka diwajibkan mandi dan mengerjakan salat. Jika darah tetap keluar setelah empat puluh hari, mayoritas ulama berpendapat, ia tidak dibolehkan meninggalkan salat setelah lewat empat puluh hari."

6 Perkara yang Diharamkan ketika Haid dan Nifas

Haid dan nifas adalah dua alasan utama yang menjadi penyebab mandi junub bagi perempuan. Oleh karena itu, sebelum perempuan mandi junub, ada perkara-perkara yang haram dilakukan oleh perempuan dalam masa haid dan nifasnya.

Berikut adalah di antara hal-hal tersebut yang dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu Wahbah Az-Zuhaili.

1. Salat

Wanita yang sedang haid dan nifas diharamkan melakukan salat. Hal ini berdasarkan hadits dari Fatimah binti Abi Hubaisy, "Apabila engkau didatangi haid, hendaklah engkau tinggalkan salat."

Begitu pun menurut ijma ulama, kewajiban salat wanita yang haid dan nifas menjadi gugur dan ia tidak perlu mengqadanya.

Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah ra., ia berkata "Semasa kami sedang haid, kami disuruh oleh Rasulullah SAW supaya mengqada' puasa dan kami tidak disuruh supaya mengqada' salat."

2. Puasa

Wanita yang haid atau nifas diharamkan pula untuk berpuasa, karena datangnya haid tersebut akan menghalangi sahnya puasa. Tetapi, mereka tetap wajib mengqadanya ketika telah mandi junub.

Seperti hadits yang telah dipaparkan sebelumnya, wanita yang sedang haid dan nifas hendaklah mengqada' puasa mereka, tetapi tidak perlu mengqada' salatnya.

Dalam riwayat lain, dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan kepada wanita-wanita, "Bukankah saksi perempuan sama dengan separuh saksi lelaki?" Mereka menjawab, "Ya." Rasulullah SAW berkata, "ltu karena kekurangan akalnya. Bukankah apabila dia haid dia tidak salat dan tidak berpuasa?" Mereka menjawab, "Ya." Rasulullah SAW berkata, "ltu adalah karena kurangnya agama." (HR. Bukhari)

3. Thawaf

Dalam menjalankan thawaf, seseorang memerlukan thaharah atau dalam keadaan suci. Oleh karena itu, wanita yang sedang haid tidak sah melakukan thawaf.

Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah ra., "Apabila kamu didatangi haid, lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang mengerjakan haji. Tetapi, kamu tidak boleh thawaf di Ka'bah kecuali setelah kamu bersuci." (Muttafaq 'Alaih)

4. Memegang, Membawa, Membaca Al-Qur'an

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Seorang yang haid dan orang yang berjunub janganlah membaca apa pun dari Al-Qur'an."

Dijelaskan pula bahwa orang yang berjunub, haid, atau nifas tidak makruh melihat Al-Qur'an, menulis Al-Qur'an dan nama Allah SWT di atas uang (uang perak), mihrab masjid, dinding, dan di atas hamparan.

Sementara itu, makruh hukumnya jika membaca Al-Qur'an di tempat mandi, bilik air, dan di tempat pembuangan sampah. Namun, tidak dimakruhkan menulis satu ayat di atas lembaran kertas. Dengan syarat, lembaran itu terpisah dengan penulis, kecuali jika dia menyentuhnya dengan tangannya.

5. Masuk, Duduk, dan l'tikaf di dalam Masjid

Larangan ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, "Aku tidak menghalalkan bagi orang haid atau junub memasuki masjid."

Meski demikian, hal ini dibolehkan jika ia yakin tidak akan mengotori masjid. Karena, hukum mengotori masjid dengan najis atau kotoran lainnya seperti darah haid dan nifas adalah haram.

Sebagaimana Aisyah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW berkata kepadanya, "Ambilkan aku sajadah (tikar) dari masjid. Maka aku menjawab, 'Aku sekarang sedang haid.' Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, 'Sesungguhnya haidmu tidak terletak di tanganmu.'"

6. Bersetubuh Meskipun dengan Penghalang

Pendapat ini telah disepakati oleh seluruh ulama. Menurut jumhur ulama selain ulama Hambali, bersetubuh pada bagian tubuh yang berada di antara pusar dan lutut juga dilarang. Larangan ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ ۝٢٢٢

Artinya: "Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, "Itu adalah suatu kotoran." Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri."

Adapun "bermain-main" di selain tempat itu adalah dibolehkan. Oleh karena itu, boleh mencium, mendekap, menyentuh, dan lain-lain di tempat selain bagian antara pusar dan lutut.

Dalam riwayat lain, hadits dari Masruq bin Aida', ia mengatakan, "Aku bertanya kepada Aisyah RA, 'Apakah yang boleh dilakukan oleh lelaki terhadap istrinya yang sedang haid?' Dia menjawab,'Semua perkara kecuali kemaluan!'" (HR. Bukhari)




(inf/inf)

Hide Ads