Calon Wakil Bupati Pasaman nomor urut 1, Anggit Kurniawan Nasution, menyampaikan keberatannya terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi dirinya sebagai calon wakil bupati dan memerintahkan dilakukannya Pemungutan Suara Ulang (PSU). Anggit menilai keputusan MK melampaui kewenangan hakim dalam memutuskan sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU).
Pernyataan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Anggit Kurniawan Nasution, Soni Wijaya, setelah MK membacakan putusan.
"Kami sangat keberatan dan menolak keputusan MK ini. Langkah selanjutnya, kami akan melaporkan para hakim MK ini kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait perilakunya," kata Soni Wijaya kepada detikSumut, Senin (24/2/2025) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soni menilai bahwa putusan yang dikeluarkan oleh hakim MK sudah di luar kewenangan mereka. Ia berpendapat bahwa permasalahan administratif terkait Anggit Kurniawan seharusnya bukan menjadi kewenangan MK.
"Kami akan melaporkan perilaku hakim ini. Mereka telah memutuskan hal yang di luar kewenangan mereka. Masalah administratif adalah wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan hal tersebut seharusnya diselesaikan pada tahapan pemilihan umum, bukan setelahnya," ungkapnya.
Lebih lanjut, Soni menganggap keputusan MK tersebut cacat prosedural. Menurutnya, tidak ada keberatan atau gugatan yang diajukan oleh pasangan calon lain terkait status Anggit Kurniawan saat proses Pilkada berlangsung.
"Masalah administratif seharusnya sudah dianggap selesai. Sebelumnya, tidak ada keberatan atau gugatan yang disampaikan oleh calon lain," jelasnya.
Terkait dengan status terpidana kliennya, Soni menjelaskan bahwa Anggit tidak wajib mengumumkan status tersebut, karena sesuai dengan aturan yang berlaku, pengumuman hanya diwajibkan untuk calon yang dijatuhi pidana lebih dari lima tahun.
"Undang-Undang mengatur bahwa hanya calon yang divonis dengan pidana lebih dari lima tahun yang wajib mengungkapkan status terpidana. Berdasarkan hal ini, klien kami memiliki hak untuk tidak mengungkapkan status terpidananya," tegasnya.
"Sehingga keputusan diskualifikasi ini adalah bentuk kesewenangan dan kezaliman dari Majelis Hakim MK. Sedangkan PSU ini merupakan tindakan yang tidak bijaksana dan memperkeruh proses Pilkada di Pasaman," tambahnya.
Soni juga menegaskan bahwa hingga saat ini, pihaknya masih sangat menyesalkan dan menolak keputusan MK tersebut, terutama terkait diskualifikasi Anggit dari PSU.
"Majelis Hakim MK tidak berhak melarang klien kami untuk mengikuti PSU sebagai calon, karena Anggit tidak melanggar prosedur administratif. Secara hukum, tidak ada keputusan pengadilan yang mencabut hak konstitusional klien kami untuk dipilih dan memilih," tutupnya.
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Simak Video "Video: Daerah-daerah yang Diminta MK Lakukan Coblos Ulang"
[Gambas:Video 20detik]