Kala Eks Camat Semarang Blak-blakan di Kasus Korupsi Mbak Ita-Alwin Basri

Round-Up

Kala Eks Camat Semarang Blak-blakan di Kasus Korupsi Mbak Ita-Alwin Basri

Tim detikJateng - detikJateng
Selasa, 29 Apr 2025 07:00 WIB
Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (28/4/2025).
Sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (28/4/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng.
Solo -

Sidang kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri kembali digelar, kemarin. Sidang itu menghadirkan sejumlah saksi, di antaranya tiga orang eks camat di Semarang.

Dalam persidangan itu ketiganya secara blak-blakan mengungkap adanya aliran dana bernilai belasan miliar rupiah.

Tiga saksi yang dihadirkan dalam persidangan itu yakni Eko Yuniarto yang sebelumnya merupakan Camat Pedurungan, Suroto eks Camat Genuk, dan Ronny Cahyo Nugroho eks Camat Semarang Selatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eks Camat Pedurungan

Pada kesempatan itu, Eko menyampaikan, waktu itu tugasnya yakni menyampaikan informasi dari wali kota kepada para camat, begitu pula sebaliknya. Eko mengaku sempat bertemu dengan Alwin yang saat itu juga merupakan anggota DPRD Jateng, Oktober 2023.

"Beliau (Alwin) meminta proyek pengadaan langsung di tingkat kecamatan," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Alwin disebut meminta agar total proyek pengadaan langsung bisa mencapai Rp 20 miliar. Akan tetapi, akhirnya Alwin meminta agar minimal nilai proyek sebesar Rp 16 miliar.

"Intinya beliau meminta angka, yang diminta beliau adalah Rp 16 miliar. Beliau terus meralat minimal Rp 16 miliar, karena terburu-buru, dia bilang 'karena saya buru-buru, wis pokoknya Rp 16 miliar'. (Sebelumnya minta Rp 20 miliar?) Iya," tegasnya.

Ia juga mengungkapkan, proyek pengadaan langsung (PL) tersebut digarap Martono, yang juga disebut dalam sidang perdana sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang.

"(Kata Alwin) 'Nanti yang mengurusi proyek PL saya Pak Martono, Rp 16 miliar yang mengelola Martono'," ujarnya menirukan Alwin.

Minta 193 Proyek Penunjukan Langsung

Dalam sidang itu, Eko mengungkapkan, awalnya ia dan Suroto diminta menemui Alwin yang merupakan Ketua Komisi D DPRD Jateng. Alwin meminta kegiatan 193 proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan se-Semarang.

"Intinya beliau meminta angka, yang diminta beliau adalah Rp 16 miliar," kata Eko di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (28/4/2025).

Proyek senilai Rp 16 miliar itu pun langsung dibagi menjadi 193 proyek di 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Nilai per pekerjaan diketahui sebesar Rp 82,9 juta.

Eko menjelaskan, karena nilai proyek di bawah Rp 200 juta, maka mekanisme pengerjaannya melalui penunjukan langsung.

"(Kata Alwin) 'Nanti yang mengurusi proyek PL (pengadaan langsung) saya Pak Martono, Rp 16 miliar yang mengelola Martono," beber Eko menirukan Alwin.

Kesaksian Eks Camat Genuk

Sementara itu Camat Genuk, Suroto, juga sempat mengatakan hal yang sama. Ia menduga permintaan proyek yang disampaikan Alwin itu sudah diketahui mantan Wali Kota Semarang, Mbak Ita.

"Tidak dilaporkan ke Bu Ita, kami berasumsi (Ita) sudah tahu. Karena waktu itu posisi kami tidak punya kesempatan membantah dengan Pak Alwin," ujarnya.

"Waktu itu ada perasaan takut dicopot. Dia bilang 'yang tidak sanggup laporkan ke saya'. Ya saya mikir karena kami harus loyal," ujarnya.

Eks Camat Semarang Selatan

Sama halnya yang disampaikan Camat Semarang Selatan, Ronny Cahyo Nugroho di persidangan. Ronny mengatakan, ia juga sepakat untuk memberikan proyek Rp 16 miliar tersebut. Bahkan, Alwin masih meminta iuran tambahan dari dirinya untuk mendanai lomba nasi goreng dan lomba voli.

"(Tahun 2023 menyediakan tambahan hadiah lomba masak nasi goreng Mba Ita tingkat kecamatan Semarang Selatan sekitar Rp 5 juta, betul?) Betul. (Kemudian lomba voli antar kelurahan, Rp 10 juta?) Betul," jelasnya.

Kemudian sekitar bulan Juni, Ronny juga diminta membuat dan memasang sekitar 200 spanduk senilai Rp 10 juta yang bersumber dari iuran dirinya dan kepala dinas DPMPTSP.

Spanduk tersebut berisi gambar Bu Ita dengan tulisan seperti 'Bersama Mbak Ita Kawal Pembangunan Kota Semarang', 'Mbak Ita Nyata dan Teruji', 'Mbak Ita Pemimpin Perempuan Pembela Rakyat'.

Selengkapnya di halaman selanjutnya....

Saat ditanya JPU mengapa ia menyanggupi permintaan Alwin, Ronny mengaku menganggap perintah Alwin juga merupakan perintah istrinya, yakni Mbak Ita.

"Karena kalau (perintah) yang diberikan oleh Bapak Alwin selaku suami Bu Ita tentunya kami anggap sebagai representasi dari Walikota," ujarnya.

Alwin yang juga hadir dalam persidangan pun berkesempatan menanggapi perkataan para saksi. Ia membantah pernah menekan para saksi.

"Saya satu tidak pernah menekan," kata Alwin di persidangan.

Sebelumnya diberitakan, Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan pekerjaan proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.

"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata JPU dari KPK, Rio Vernika Putra di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/4/2025).

"(Uang Rp 2,24 miliar) dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.

Selain itu, Mbak Ita dan Alwin pun didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp 3,75 miliar serta didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri senilai Rp 3 miliar.

Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.



Hide Ads