Kaya yang Tertipu

Kolom Hikmah

Kaya yang Tertipu

Aunur Rofiq - detikHikmah
Jumat, 25 Apr 2025 08:00 WIB
Aunur Rofiq
Aunur Rofiq. Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Pada hadis berikut ini mengungkapkan bahwa orang yang paling kaya adalah orang yang selalu merasa cukup (qanaah) terhadap apapun yang telah ia dapatkan atas pemberian Allah SWT. ''Ridhalah dengan apa yang dibagikan Allah SWT untukmu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya.'' (HR. Tirmidzi).

Hidup dengan kekayaan yang berlimpah memang menjadi dambaan atau harapan banyak orang di dunia. Mereka ingin memiliki segalanya, dengan sikap ketamakannya. Bahkan mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Adakalanya bersikap tidak ingin tersaingi oleh orang lain atas kekayaan yang dimiliki, hingga sebagian orang yang berlomba-lomba menunjukkan kekayaannya dengan membeli rumah dan kendaraan yang mewah. Mereka tidak menyadari bahwa kekayaan ini bersifat sementara.

Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya. Bahkan sebaliknya, justru diperintah untuk mencari harta sebanyak-banyaknya agar bisa memberi kepada orang lain yang berkekurangan atau perlu dibantu. Islam mengajarkan agar seorang muslim berzakat, infaq, shadaqoh, waqaf, dan lain-lain. Untuk itulah harta yang dimiliki janganlah sampai masuk di hati cukuplah di tangan saja. Seseorang yang telah mencapai maqam seperti ini, ketika hartanya berkurang maupun bertambah, ia akan tersenyum karena ia sadari bahwa kejadian itu adalah kehendak-Nya dan kepemilikan harta bersifat tidak kekal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana dengan orang-orang kaya yang tertipu?

Pertama, golongan ini adalah orang-orang yang membangun madrasah, masjid dan apa saja yang mudah dilihat orang. Lalu nama mereka diabadikan disalah satu gedung yang dibangun sebagai donatur dengan maksud agar kebaikannya dikenang meski sudah wafat. Mereka mengira dengan perbuatan itu layak mendapat ampunan dari Allah SWT, padahal mereka itu tertipu. Keikhlasan bukanlah tindakan lahir yang diucapkan namun merupakan tindakan batin. Mari kita simak senandung syair tentang ikhlas :

Wahai ikhlas, kemana saja kau pergi?
Tulus ingin jumpa.

ADVERTISEMENT

Jika kau berdua bersama, jadi fondasi kehidupan.

Sungguh, ketulusan benar dan keikhlasan mendalam, berujung pada hati hamba dan melekat pertolongan Allah SWT.

Tidak ada cemas dan khawatir.

Tiada sia-sia kau bentangkan layar bahtera keikhlasan, selami sampai kedalamnya, terbang dengan sayapnya.

Ikhlas, amalan hati.

Kecenderungan hati tentukan kadar amalmu.

Karena Sang Pencipta tidak lihat elok tubuh, hanya hatimu yg diukur.
Bagi hamba ikhlas.

Tiada beda pujian dan celaan, penghormatan dan penghinaan, perbuatan diketahui orang atau tidak, diganjar pahala atau tidak.

Itu semua tidaklah penting.


Kedua, golongan ini adalah orang kaya yang mendapatkan hartanya dengan jalan halal, lalu membelanjakan sebagian hartanya dengan berinfak pada masjid, namun ia tertipu dari dua sisi :
1. Karena terbersit dalam hatinya (riya') karena dengan memberikan pada masjid ada rasa untuk diketahui orang banyak, meskipun tetangganya ada yang miskin dan membutuhkan bantuannya.
2. Berinfak untuk membuat hiasan masjid. Hiasan ini bisa membuat orang yang shalat lalai dan tidak khusyu'. Dengan demikian dosa atas kelalaian yang diakibatkan oleh hiasan masjid itu menjadi tanggung jawabnya.

Ketiga, golongan ini adalah orang-orang yang mendermakan hartanya untuk sedekah kaum fakir miskin, namun dalam pelaksanaannya menyukai dengan perayaan yang ramai. Juga termasuk orang yang membelanjakan untuk ibadah haji dan umroh berkali-kali, namun ia membiarkan tetangganya yang kelaparan. Bisyir bin al-Harits al-Hafi adalah ulama besar yang sufi dari Irak berkata, "Harta, jika dikumpulkan dari perdagangan yang kotor dan syubhat, cenderung menuntut nafsu untuk membelanjakannya secara serampangan lalu menampakkan seolah merupakan amal saleh. Padahal, Allah SWT. telah bersumpah untuk tidak menerima selain amal dari orang-orang yang bertakwa."

Keempat, orang yang masuk golongan ini adalah orang kaya yang menimbun hartanya karena bakhil. Ia sibuk melakukan ibadah fisik yang tidak memerlukan biaya, seperti puasa, shalat malam dan lain-lain.


Bisyir berkata, "Kasihan, dia meninggalkan ahwalnya sendiri dan memasuki ahwalnya orang lain. Ahwal orang itu ( bakhil ) tiada lain memberi makanan pada orang-orang yang lapar dan memberi sedekah orang miskin. Hal ini lebih utama daripada membuat lapar diri sendiri dan daripada shalat yang dilakukan untuk kemaslahatan diri sendiri, seraya menumpuk harta dan bakhil terhadap kaum fakir."

Ada juga orang kaya bakhil yang membayar zakat, namun menuntut orang-orang fakir untuk melayani dan memuji-mujinya. Tindakan ini merusak niat dan menghancurkan amal, adapun pelakunya adalah orang yang tertipu.

Semoga Allah SWT. selalu membimbing dan memberikan hidayah agar kita tidak termasuk dalam golongan orang kaya yang tertipu. Jadikanlah kekayaan itu sebagai wasilah menumpuk bekal akhirat.

Aunur Rofiq

Penulis adalah Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(lus/lus)

Hide Ads