Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) pastikan akan tindak tegas pelaku kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Diktisaintek Fauzan.
Ada berbagai sanksi yang mungkin diterapkan. Dari menyamakan pelaku kekerasan seksual dengan pelaku tindak kriminal hingga sanksi berat yang memungkinkan mahasiswa tidak bisa kuliah lagi.
"Pelaku kekerasan seksual kami samakan dengan pelaku tindak kriminal," ujar Fauzan dikutip dari laman Kemdiktisaintek, Selasa (18/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sanksi berikutnya adalah kami panggil orangtua pelaku, kemudian pelaku dipulangkan dan jangan kuliah lagi," tambahnya lagi.
Mendiktisaintek Pastikan Setiap Kampus Punya Satgas PPKS
Masalah kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi memang sudah dilihat serius oleh pemerintah. Hal ini bisa dilihat dengan hadirnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Peraturan itu dibuat ketika Kemdiktisaintek masih menyatu dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Kebudayaan. Namun, kini peraturan tersebut menjadi pedoman yang dipegang Kemdiktisaintek untuk menciptakan kamus yang aman dari kekerasan seksual.
Di dalam peraturan tersebut, perguruan tinggi diharuskan membentuk satuan tugas (satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Sebelumnya, eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menargetkan seluruh perguruan tinggi sudah memiliki satgas PPKS dalam kurun waktu dua tahun sejak terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 atau Permendikbudristek PPKS.
Per 1 September 2023, dijelaskan seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) sudah membentuk satgas PPKS. Sedangkan di perguruan tinggi swasta (PTS) terbentuk 1.273 orang satgas dari 147 PTS.
Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro berkomitmen untuk melanjutkan kerja baik ini. Ia akan memastikan Permendikbudristek Nomor 55 tahun 2024 terus dikawal dan dijalankan dengan baik.
Satryo juga menegaskan semua kampus di Indonesia harus memiliki satgas PPKS yang mumpuni. Sehingga semua pemangku kepentingan memiliki sikap anti kekerasan seksual.
"Semua kampus harus memiliki satgas PPKS yang mumpuni. Kemendiktisaintek akan menjadi motor penggerak, sehingga ke depannya nanti pejabat yang dilantik wajib anti-korupsi, anti-narkoba, dan anti kekerasan seksual," ungkap Menteri Satryo.
Ke depan, Kemdiktisaintek akan melakukan sosialisasi lebih lanjut terkait Permendikbud Nomor 55 Tahun 2024. Sasarannya adalah warga kampus, pemimpin perguruan tinggi, dan mitra perguruan tinggi.
Paradigma Kampus Keren terkait Pencegahan Kekerasan Seksual
Masih mengutip dari sumber yang sama, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menjelaskan selama ini peristiwa kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi membawa sebuah aib. Sehingga kampus merasa malu jika tersebar luas ke publik.
Untuk itu, ia meminta kepada Menteri Satryo agar paradigma ini bisa dihilangkan. Seharusnya kampus yang berani melakukan pencegahan atas kekerasan seksual layak mendapat cap kampus keren.
"Selama ini kampus merasa malu kalau ada peristiwa kekerasan seksual di kampusnya. Kami berharap Pak Menteri berkenan mengubah paradigma ini. Kampus yang keren adalah mampu yang mencegah terjadinya perundungan, diskriminasi dan kekerasan seksual di kampusnya," jelas Andy Yentriyani.
Ia juga menyampaikan pihaknya sedang membangun Center of Peace dan bekerja sama dengan Universitas Pattimura. Lembaga ini akan memiliki peran dalam merawat perdamaian yang berkelanjutan.
Menanggapinya, Menteri Satryo mengaku mendukung langkah-langkah Komnas Perempuan. Ia berharap hal ini bisa berdampak besar untuk masyarakat.
"Kemdiktisaintek pasti mendukung langkah-langkah Komnas Perempuan. Saya berharap kerja sama kita bisa berdampak bagi seluruh masyarakat, dengan kita awali melalui Perguruan Tinggi," tutup Menteri Satryo.
(det/faz)