Keberhasilan suatu negeri akan ditentukan kepiawaian pemimpinnya. Salah satu faktor yang utama adalah ketaatan rakyatnya kepada sang Pemimpin. Sedangkan pemimpin yang patut memperoleh ketaatan adalah ia dapat dipercaya dan tidak khianat, memberikan teladan akhlak yang mulia, melindungi dan mengayomi masyarakat ( bukan jargon, namun itu dilakukan dengan sebenar-benarnya ), lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat luas daripada keluarga dan kelompoknya dan contoh sifat lainnya yang mendatangkan simpati.
Sesuai dengan perintah-Nya dalam surah an-Nisa' ayat 59 yang terjemahannya, "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat)."
Makna ayat ini adalah : Allah SWT. memerintahkan agar kaum Muslimin taat dan patuh kepada-Nya, kepada rasul-Nya dan kepada orang yang memegang kekuasaan di antara mereka agar tercipta kemaslahatan umum. Untuk kesempurnaan pelaksanaan amanah dan hukum sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, hendaklah kaum Muslimin :
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
a. Taat dan patuh kepada perintah-Nya dengan mengamalkan isi Kitab suci Al-Qur'an, melaksanakan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya, sekalipun dirasa berat, tidak sesuai dengan keinginan dan kehendak pribadi. Sebenarnya segala yang diperintahkan Allah SWT. itu mengandung maslahat dan apa yang dilarang-Nya mengandung mudarat.
b. Melaksanakan ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. pembawa amanah dari Allah SWT. untuk dilaksanakan oleh segenap hamba-Nya. Dia ditugaskan untuk menjelaskan kepada manusia isi Al-Qur'an. Allah berfirman: "... Dan Kami turunkan Adz-dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka ¦." (an-Nahl ayat 44).
c. Patuh kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan ulil amri yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan di antara mereka. Apabila mereka telah sepakat dalam suatu hal, maka kaum Muslimin berkewajiban melaksanakannya dengan syarat bahwa keputusan mereka tidak bertentangan dengan Kitab Al-Qur'an dan hadis. Kalau tidak demikian halnya, maka kita tidak wajib melaksanakannya, bahkan wajib menentangnya, karena tidak dibenarkan seseorang itu taat dan patuh kepada sesuatu yang merupakan dosa dan maksiat pada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW. bersabda: "Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang merupakan maksiat kepada Khalik (Allah SWT)." (Riwayat Ahmad).
d. Kalau ada sesuatu yang diperselisihkan dan tidak tercapai kata sepakat, maka wajib dikembalikan kepada Al-Qur'an dan hadis. Kalau tidak terdapat di dalamnya haruslah disesuaikan dengan (dikiaskan kepada) hal-hal yang ada persamaan dan persesuaiannya di dalam Al-Qur'an dan sunah Rasulullah SAW. Tentunya yang dapat melakukan kias seperti yang dimaksud di atas ialah orang-orang yang berilmu pengetahuan, mengetahui dan memahami isi Al-Qur'an dan sunah Rasul. Demikianlah hendaknya dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar beriman kepada-Nya dan hari akhirat.
Contoh pemimpin yang sangat dipatuhi dan menjadi teladan adalah Rasulullah SAW.
Suatu kisah tatkala perang tabuk, ada tiga orang yang tidak bersedia turut serta dalam perang, maka mereka dihukum oleh Rasulullah SAW. untuk tidak berkomunikasi dengan masyarakat Madinah. Tidak seorang pun masyarakat yang menentang hukuman tersebut, sehingga ketiga orang itu menjadikan kota Madinah seperti kuburan. Salah satu dari tiga orang itu bernama Ka'ab. Meskipun ia dihukum untuk tidak berkomunikasi dengan masyarakat termasuk istrinya, meskipun demikian, ia tetap menunjukkan ketaatannya kepada Rasulullah SAW. Padahal ia menjadi sasaran kemarahan orang banyak dan dikucilkan.
Masyarakat Madinah sebelum turunnya surah al-Maidah ayat 90-91 adalah masyarakat peminum arak dan mereka sangat taat dalam melaksanakan perintah pimpinan. Sebuah hadis dari Abu Buraidah yang berasal dari ayahnya yang menyebutkan, "Disaat kami sedang duduk menyanding khamar ( arak ) dan gelas sloki di tangan dan asyik menikmatinya. Tiba-tiba kami mendengar berita bahwa arak telah diharamkan. Kami segera datang menghadap Rasulullah SAW. setelah aku mengucapkan salam, beliau membacakan firman-Nya yang melarang meminum arak dalam surah al-Maidah ayat 90-91 yang terjemahannya, "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah SWT. dan (melaksanakan) shalat maka tidakkah kamu mau berhenti?"
Ketika ayat ini sampai pada masyarakat peminum khamar, mereka patuh dan taat sehingga arak yang ada dalam sloki ditumpahkan berceceran dengan berkata, "Ya Tuhan kami, kami sudah berhenti..., kami sudah berhenti..., kami sudah berhenti!"
Ketaatan dan kepatuhan masyarakat di negeri ini hendaknya terjadi jika pemimpinnya dapat dipercaya dan memberikan keteladanan, sehingga pelaksanaan pembangunan menuju masyarakat makmur akan tercapai. Wahai para pemimpin ( pusat maupun daerah ) berlakulah dalam memimpin seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Semoga Allah SWT. memberikan hidayah agar kita semua ( khusus para pemimpin ) menjadi teladan dan berakhlak baik agar masyarakat dapat mempercayai dan mengikutinya.
Aunur Rofiq
Penulis adalah Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Kisah Wafatnya Nabi Sulaiman AS: Bukti Jin Tidak Mengetahui Hal Ghaib
Makanan Mengandung Babi Bersertifikat Halal Ditarik dari Peredaran
Makanan Mengandung Babi 'Berlabel Halal', BPJPH: Kami Selidiki dan Beri Sanksi