Kisah Menteri Jepang Konsul soal Otonomi Kampus ke Mendikti Satryo

ADVERTISEMENT

Wawancara Khusus Mendiktisaintek

Kisah Menteri Jepang Konsul soal Otonomi Kampus ke Mendikti Satryo

Pasti Liberti Mappapa - detikEdu
Sabtu, 11 Jan 2025 09:00 WIB
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro saat menerima wawancara khusus detikedu di kantor Kemendiktisaintek, Jakarta, Jumat (11/1/2024).
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro saat menerima wawancara khusus detikedu di kantor Kemendiktisaintek, Jakarta, Jumat (11/1/2024).Foto: Ari Saputra/detikFoto
Jakarta -

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro dikenal sebagai penggagas konsep otonomi kampus di Indonesia. Konsep tersebut diperkenalkan saat ia menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi pada tahun 2000 lalu.

Satryo memegang jabatan tersebut mulai 1999 hingga 2007. Selama menjabat, ia mengungkapkan bahwa kementerian pendidikan sejumlah negara banyak yang "berguru" soal otonomi kampus kepadanya.

"Selain dari Chili sebenarnya yang paling menarik itu Jepang," ujar Satryo dalam wawancara khusus dengan detikedu di Kantor Kemendiktisaintek, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (10/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diundang Kementerian Pendidikan Jepang

Ia mengisahkan pada 2001 lalu diundang pihak kementerian pendidikan Jepang dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Dikti.

ADVERTISEMENT

Di depan para pimpinan kementerian, eks Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) tersebut mempresentasikan tentang otonomi kampus yang baru saja digagasnya.

"Nah, Jepang (pada) 2001, manggil saya. Manggilnya ke Jepang, saya di depan semua pimpinan Kementerian Pendidikan Jepang, gitu. Ceramah tentang otonomi," ujar Satryo.

Menteri Pendidikan Jepang saat itu bertanya pada Satryo apakah Negeri Sakura bisa mengaplikasikan konsep otonomi kampus. Menurut Satryo menteri tersebut agak pesimistis, pasalnya Jepang terbilang negara konservatif.

Doktor bidang teknik mesin dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat itu meyakinkan para pejabat Jepang tersebut bahwa konsep tersebut bisa dieksekusi. "Jepang tanya sama saya, menterinya. (Katanya) Kira-kira, Jepang bisa enggak ya Pak Satryo? (Saya bilang) oh, bisa pasti...," ujar Satryo.

Kunci dalam Menerapkan Otonomi Kampus

Menurut Satryo, kunci menerapkan otonomi kampus adalah komitmen dari semua pembuat kebijakan. Dalam kasus Jepang tersebut, ia menekankan konsep tersebut membutuhkan dukungan dari perdana menteri. Saat itu, Jepang dipimpin Perdana Menteri Junichiro Koizumi.

"Yang penting komitmen dari semua pembuat kebijakan. Perdana menteri komit, kabinet komit, jajaran pemerintah komit semua, perguruan tinggi dan dosen-dosen komit. Pasti jadi," ujarnya.

Usai pertemuan tersebut Jepang lantas mencoba menerapkan konsep otonomi kampus tersebut. Hebatnya menurut Satryo, dalam waktu 3 tahun semua kampus di Jepang telah diberikan otonomi oleh pemerintah.

"Tiga tahun pada 2004, semua (kampus) sudah otonomi di Jepang itu. Karena semua (pihak) komit," katanya.

Adapun di Indonesia meski sudah diterapkan sejak tahun 2000-an, Satryo mengaku tidak mudah. Pasalnya di Indonesia terbilang sulit untuk melakukan perubahan. "Jadi banyak orang itu sudah cenderung punya zona nyaman," imbuhnya.

Kini sejumlah kampus di Jepang berhasil masuk dalam jajaran 100 besar perguruan tinggi terbaik di dunia di antaranya kampus negeri University of Tokyo dan Kyoto University.




(pal/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads