Mbah Tupon (68) terancam kehilangan lahan ribuan meter persegi miliknya gegara sertifikatnya tetiba sudah berganti nama dan dijaminkan ke bank. Pihak Bibit Rustamto alias BR, pembeli sebagian tanah Mbah Tupon yang juga dilaporkan dalam kasus ini buka suara.
Bibit menjelaskan pada 2021, Mbah Tupon berniat melakukan wakaf tanah untuk kegiatan warga RT. Lalu ada rencana pecah sertifikat tanah untuk wakaf RT dan anak-anak Mbah Tupon, dan juga penjualan sebagian tanah sebagai biaya prosesnya.
"Selanjutnya ada komunikasi dengan saya, agar saya bersedia membeli sebagian tanahnya sebagai biaya proses dan untuk membangunkan rumah bagi anaknya Mbah Tupon yang bernama Heri Setiawan," kata Bibit dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Senin (28/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bibit menjelaskan kesepakatan pecah tanah tahap pertama dilakukan melalui notaris yang dipilih keluarga Tupon. Sebab, berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku bahwa pecah tanah yang dilakukan oleh perorangan maksimal menjadi empat bidang, maka pecah tanah yang pertama hanya dilakukan tiga bidang.
"Dalam perjalanan, pecah tanah tahap pertama butuh waktu lama dan minta agar saya membantu kelancarannya," ujarnya.
Lalu pada 2023, akhirnya pecah pertama melalui notaris yang dipilih oleh Tupon selesai. Kala itu, Bibit mendapat kabar jika notaris yang mengurus pecah sertifikat pertama sudah tidak bersedia melakukan pecah sertifikat lagi karena prosesnya terlalu lama.
"Saudara Mbah Tupon lalu bertanya apakah saya bisa membantu komunikasi dengan notaris lain yang mungkin bersedia untuk melakukan pecah sertifikat lagi," ucapnya.
Bibit menyebut Triono yang juga terlapor dalam kasus ini, datang ke rumahnya untuk membahas keperluan lain. Bibit pun menyinggung kasus Mbah Tupon yang membutuhkan notaris untuk membantu mengurus pecah sertifikat.
"Sehari kemudian saya undang Mbah Tupon untuk menanyakan apa masih berkehendak untuk pecah sertifikat lagi. Mbah Tupon menjawab iya dan berencana untuk memecahnya menjadi 4 bidang," katanya.
"Dengan pembagian tiga bidang untuk diserahkan kepada 3 anaknya dan yang 1 bidang untuk dirinya sendiri. Saya kemudian mengatakan bahwa ada orang bernama Triono yang siap membantu prosesnya," lanjut Bibit.
Sehari berselang, Mbah Tupon datang ke rumahnya mengantar sertifikat tanah. Hal ini merupakan tindak lanjut terkait proses pecah sertifikat berikutnya.
"Menindaklanjuti hal tersebut kemudian saya undang Triono ke rumah saya dan sertifikat milik Mbah Tupon saya serahkan kepada Triono untuk proses lebih lanjut. Saya juga sampaikan kepada Triono apabila membutuhkan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan agar langsung berhubungan dengan Mbah Tupon," ucapnya.
Sejak saat itu, Bibit mengaku tidak lagi menjadi perantara antara Tupon dan Triono, karena keduanya berkomunikasi langsung. Di mana komunikasi itu terkait dengan pengurusan pecah sertifikat.
"Namun untuk pembiayaan, Triono agar langsung meminta kepada saya karena uang untuk keperluan proses pemecahan sertifikat sudah ada pada saya yang bersumber dari sisa pembayaran penjualan tanah sebelumnya," ujarnya.
Dalam perjalanan waktu, Bibit mengaku masih memantau proses komunikasi antara Tupon dan Triono. Salah satu caranya dengan bertanya ke masing-masing pihak tentang progres pecah sertifikat itu.
"Suatu hari Mbah Tupon menyampaikan kepada saya bahwa dia dimintai uang dengan nominal Rp 5 juta oleh Triono. Atas hal tersebut saya sampaikan kepada Mbah Tupon, semestinya Mbah Tupon tidak perlu memberikan uang, karena uang yang digunakan khusus untuk proses pecah sertifikat sudah tersedia pada saya," katanya.
"Lalu Mbah Tupon menjawab bahwa telah memberikan uang itu kepada Triono, karena Triono mengatakan bahwa ada keperluan yang mendesak," imbuh Bibit.
Bibit pun mengonfirmasi info tersebut ke Triono. Triono pun mengakui meminta Rp 5 juta ke Tupon.
"Kemudian dalam proses pemecahan sertifikat ternyata Triono meminta bantuan orang lain yang juga bernama Triono (Triono 2) agar Triono 2 mau membantu Triono untuk proses lebih lanjut terkait pemecahan sertifikat milik Mbah Tupon," ujarnya.
Setelah itu, menurut keterangan dari Triono 1 tanda tangan berkas untuk pecah sertifikat dilaksanakan di rumah Tupon. Saat momen tanda tangan dokumen itu dihadiri Tupon dan istrinya, Triono 1 dan Triono 2 tanpa sepengetahuan Bibit.
"Saya baru diberitahu tentang hal tersebut beberapa waktu kemudian setelah adanya penandatanganan," ucapnya.
Seiring berjalannya waktu, Bibit mendapat kabar dari anak Mbah Tupon, Heri Setiawan, jika ada orang yang mengaku dari bank PNM akan melelang tanah Tupon. Mendengar itu, Bibit mengundang Triono 1, Tupon, dan Heri Setiawan ke rumahnya untuk mendikusikan hal itu.
"Setelah berdiskusi akhirnya saya menyarankan kepada Triono 1 dan Heri Setiawan untuk melaporkan hal tersebut ke Polda DIY. Akhirnya Triono 1 dan Heri Setiawan kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polda DIY," katanya.
Belum ada tindak lanjut atas laporan tersebut, tiba-tiba Tupon didatangi orang yang mengaku dari Bank PNM. Saat itu, pihak bank mengatakan tanah Tupon sudah beralih nama menjadi nama orang lain dan digunakan sebagai jaminan bank PNM, bahkan akan dilakukan lelang kedua.
"Menerima informasi tersebut kemudian Mbah Tupon, istrinya, anaknya, bersama dengan beberapa kerabatnya datang ke rumah saya untuk berdiskusi dan mencari jalan terbaik. Karena Mbah Tupon tidak pernah merasa mengalihkan/menjual tanahnya kepada orang lain," ujarnya.
Komentar Terbanyak
Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis Sejumlah Sekolah di Jogja Berhenti
Klarifikasi Bibit Terlapor Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon Bantul
Jokowi Bakal Laporkan 4 Orang Terkait Tudingan Ijazah Palsu, Siapa Saja?