Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Kota Surabaya menaruh perhatian pada kasus siswa pemain Tim Futsal MI Al Hidayah dibanting pelatih tim lawan dari SDN Simolawang. Komnas PA mendesak pelatih berinisial BAZ (33) yang membanting pemain futsal berinisial BAI (11) itu dihukum maksimal.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Surabaya, Syaiful Bahri menyampaikan reaksi terkait peristiwa yang terjadi saat pertandingan semifinal futsal antar SD/MI se-Surabaya di SMP Labschool Unesa 1.
Syaiful pun mendesak aparat penegak hukum agar memberi hukuman maksimal terhadap pelatih futsal SDN Simolawang tersebut. Dia tegaskan bahwa kekerasan oleh pelatih terhadap anak berusia 11 tahun itu sangat bertentangan dengan UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami selaku Komnas Perlindungan Anak menyesalkan dan mengutuk perlakuan pelatih itu. Apalagi ini dalam kegiatan yang seharusnya memotivasi dan membangun kreativitas anak. Tindakan itu sangat menyalahi Undang-Undang Perlindungan Anak," ujar Syaiful saat dihubungi detikJatim, Senin (29/4/2025).
Kekerasan itu terjadi pada saat korban, BAI (11) melakukan selebrasi kemenangan usai timnya menang 4-2 dalam laga semi final yang digelar di SMP Labschool Surabaya pada Minggu (27/4).
Aksi selebrasi kemenangan itu justru menjadi petaka bagi BAI setelah pelatih tim lawan BAZ membanting tubuhnya ke lapangan. Akibat insiden ini, korban mengalami keretakan pada tulang ekor dan kini harus menjalani masa pemulihan selama beberapa bulan dan untuk sementara tidak bisa main futsal.
"Informasi yang kami terima, ada keretakan di tulang ekor. Kalau tidak cepat ditangani, ini bisa menyebabkan cacat permanen. Itu bisa menutup masa depan anak terkait perlakuan pelatih tersebut," tambah Syaiful.
Komnas PA juga menyatakan siap mengawal dan mendampingi proses hukum serta pemulihan korban, baik secara fisik maupun psikis. Pendampingan dari pihak dinas kesehatan terutama layanan psikologis dan fisioterapi menurutnya menjadi hal yang sangat penting.
"Kami juga akan meminta Dinas Kesehatan melalui Puskesmas tempat anak tinggal untuk memberikan pendampingan, termasuk psikologis dan fisioterapi. Anak-anak di sekolah tempat korban dan pelaku berasal juga perlu pendampingan," katanya.
Syaiful juga menyoroti peran penyelenggara dan sekolah yang menurutnya perlu lebih ketat dalam memastikan aspek keamanan dan kesiapan mental para pelatih dalam pertandingan yang melibatkan anak.
"Bukan hanya pelatih, penyelenggara juga harus memastikan keamanan dan kesiapan. Pelatih seharusnya menjadi panutan untuk anak-anak berprestasi, bukan justru menunjukkan perilaku beringas saat timnya kalah," tandasnya.
Saat ini, kasus tersebut telah dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya. Kasi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Rina Shanty Dewi, mengonfirmasi bahwa penyelidikan masih berlangsung.
"Masih proses lidik/sidik," ujar Rina saat dikonfirmasi.
(dpe/fat)