Polisi mengungkap praktik penjualan konten asusila via Telegram. Konten tersebut dibuat sejoli remaja asal Sampit, Kalimantan Tengah lalu diperjualbelikan.
Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Erlan Munaji mengatakan kasus ini terbongkar dari laporan polisi yang diterima pada 20 Februari 2025. Pelakunya dua remaja berinisial NL (17) dan FS (20).
"Kasus ini melibatkan dua tersangka, yakni NL (17 tahun), seorang pelajar asal Sampit yang membuat dan menjual konten asusila dirinya sendiri, dan FS (20 tahun), seorang pelajar yang membantu penjualan konten tersebut," terang Erlan saat konferensi pers di Aula Ditreskrimsus, Senin (20/4/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Tengah, kasus tersebut dikategorikan dalam kasus tindak pidana bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebaran konten asusila anak di bawah umur.
Erlan menjelaskan Tim Subdit V/Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Kalteng menemukan penjualan konten pornografi anak di media sosial Telegram pada Februari 2025. Penyelidikan yang dilakukan mengarah pada NL yang ditangkap di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah pada Minggu (20/2025).
"Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa kasus tersebut dilakukan oleh NL sebagai pemeran utama konten asusila bersama FS yang berperan membantu penjualan konten," terang Erlan.
Dirreskrimsus Polda Kalteng, Kombes Rimsyahtono menerangkan kedua tersangka meraup keuntungan dari penjualan konten asusila tersebut kurang lebih sebesar Rp 1.500.000 hingga Rp 5.000.000 dalam waktu satu minggu.
"Saat ini, sudah dilakukan pengembangan atas kasus ini dan FS sudah dilakukan penahanan di Polda Kalteng, sedangkan NL, karena masih di bawah umur, dikembalikan kepada orang tuanya dengan pengawasan dari pihak Bapas dan Dinsos hingga pelimpahan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU)," terangnya.
Barang bukti yang diamankan dari kedua tersangka antara lain empat buah handphone, satu akun TikTok, dua akun Telegram, dua akun GoPay, dua akun Dana, dan empat buah kartu SIM.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.
(mud/mud)