Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja menolak tiga gugatan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Lampung. Sementara satu perkara dari Kabupaten Pesawaran masih berlanjut ke tahap pembuktian. Keputusan ini menegaskan bahwa setiap gugatan harus memenuhi syarat hukum yang ketat, bukan sekadar klaim pihak yang merasa dirugikan.
Menanggapi putusan tersebut, Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Perundang-undangan Universitas Bandar Lampung (UBL) Rifandy Ritonga mengimbau masyarakat agar memahami mekanisme hukum yang berlaku dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi tanpa bukti.
"Proses di MK tidak semata-mata mengubah hasil pilkada berdasarkan keberatan satu pihak. Ada kriteria yang harus dipenuhi, termasuk bukti kuat yang menunjukkan kecurangan berdampak signifikan terhadap hasil pemilu," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rifandy menekankan bahwa MK bertindak berdasarkan aturan hukum yang jelas, bukan opini atau tekanan politik. Jika gugatan tidak memenuhi syarat, seperti selisih suara yang tidak mencolok atau bukti yang lemah, maka akan otomatis ditolak.
Rifandy juga mengajak masyarakat untuk tetap menjaga kekondusifan pascapilkada dan tidak terjebak dalam isu-isu yang dapat memicu perpecahan. Menurutnya, pemilih harus lebih selektif dan kritis saat menentukan pilihan agar tidak menyesali keputusan politik di kemudian hari.
"Kita harus dewasa dalam berdemokrasi. Jangan mudah terpengaruh oleh informasi yang belum tentu benar. Jika ada dugaan kecurangan, percayakan prosesnya kepada lembaga berwenang," tambahnya.
Sementara itu, kasus sengketa di Kabupaten Pesawaran yang masih berlanjut ke tahap pembuktian diharapkan dapat berjalan transparan dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Rifandy meminta masyarakat tetap tenang dan mengikuti perkembangan tanpa membuat kegaduhan.
"Demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga bagaimana kita bersikap terhadap hasilnya. Mari kita jaga persatuan dan hormati proses hukum yang sedang berlangsung," pungkasnya.
(des/des)