Pakar UB soal UU TNI: Orang Bisa Cenderung ke Pendidikan Militer, Lapangan Kerja Luas

ADVERTISEMENT

Pakar UB soal UU TNI: Orang Bisa Cenderung ke Pendidikan Militer, Lapangan Kerja Luas

Novia Aisyah - detikEdu
Jumat, 21 Mar 2025 18:30 WIB
Massa yang berasal dari elemen mahasiswa hingga aktivis sipil menggelar aksi menolak pengesahan RUU TNI di depan gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/3/2025). Begini penampakannya.
Massa aksi tolak RUU TNI. Foto: Ari Saputra
Jakarta -

DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi Undang-Undang pada Kamis (20/3/2025).

UU TNI yang baru tersebut berisi beberapa ubahan tugas dan kewenangan pokok TNI, termasuk keterlibatan TNI aktif dalam kementerian/lembaga dan usia pensiun.

Sebagai contoh, pada pasal 7 RUU TNI, ada dua tugas baru TNI dalam operasi militer selain perang. Sebelumnya 14 dan kini menjadi 16.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dua tugas tambahan tersebut adalah membantu upaya menanggulangi ancaman siber dan membantu melindungi serta menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

Lalu dalam pasal 47, terdapat penambahan 4 posisi jabatan publik yang dapat diisi TNI aktif. Sebelumnya 10, sekarang menjadi 14.

ADVERTISEMENT

Lantas, apakah ada implikasi UU TNI yang baru terhadap pendidikan di Indonesia?

Orang Bisa Cenderung ke Pendidikan Militer karena Lapangan Kerja Luas

Mengenai RUU TNI yang kini menjadi UU tersebut, pakar hukum Universitas Brawijaya (UB) Dr Aan Eko Widiarto, SH, MHum menilai implikasi RUU TNI terhadap pendidikan, dalam artian pendidikan formal, tidak terpengaruh langsung.

Pasalnya, dalam pendidikan formal sudah ada pos-pos pekerjaan yang tidak dimungkinkan melalui UU TNI yang baru, untuk dapat ditempati seorang prajurit.

Namun, ada pengaruh secara tidak langsung lantaran jabatan-jabatan yang semestinya dapat diisi alumni-alumni pendidikan sipil.

Jabatan-jabatan sipil dapat diisi begitu saja oleh tentara aktif atau militer aktif yang dididik dari pendidikan militer.

"Nah, tapi yang secara tidak langsung ini juga akan berpengaruh. Kenapa? Karena jabatan-jabatan yang seharusnya bisa diisi oleh alumni-alumni pendidikan masyarakat sipil ya, itu ya dengan begitu saja bisa diisi tentara aktif atau militer aktif yang dididik dari pendidikan militer," jelas Dr Aan saat dihubungi detikEdu, Jumat (21/3/2025).

"Orang akan lebih cenderung untuk mengikuti pendidikan militer karena lapangan kerjanya sangat luas," lanjutnya.

Aan menyebut, alumni pendidikan militer bisa masuk ke instansi sipil maupun militer. Sedangkan alumni pendidikan sipil hanya bisa menduduki instansi sipil.

"Kalau misalnya ada di kepolisian maupun di tentara ya, TNI itu ada pegawai negeri sipilnya di lingkungan mereka, itu kan hanya supporting system, bukan main core dari organisasi tersebut," kata Aan.

"Main core-nya ya dari militer aktif ya, seperti di Mabes Polri, di Kodam, di Kodim, Koramil. Itu core-nya ya tentara aktif. nah, supporting--nya memang ada PNS-nya begitu," ujar Dekan Fakultas Hukum UB tersebut.

Meski demikian, Aan menegaskan sipil hanya menjalankan fungsi supporting administrative di instansi militer.

Apa yang Bisa Terjadi pada Kepakaran?

Aan menilai, orang bisa cenderung menempuh pendidikan militer, bahkan mulai dari SMA. Sehingga, sudah akan cenderung ke SMA yang memang diselenggarakan Kementerian Pertahanan.

Ia menyebut, sekolah-sekolah kedinasan militer bisa jadi akan menjadi sandaran masyarakat luas.

"Nah, sementara pendidikan-pendidikan bagi pendidikan biasa yang di luar kedinasan ketentaraan, ini ya perkembangannya tidak akan bisa pesat," ucapnya.

Sementara, pada bidang-bidang kepakaran, karena ada pos-pos yang dapat ditempati oleh TNI, maka kepakaran dari kalangan sipil dapat terpinggirkan.

"Karena posisi-posisi itu ditempati oleh TNI, maka ya otomatis yang masyarakat sipilnya akan terpinggirkan. ya mereka akan menjadi kelompok-kelompok marjinal," terangnya.

Satu-satunya Jalan Melalui Mahkamah Konstitusi

Menurut Aan, penolakan masyarakat tidak dapat memengaruhi UU TNI. Sebab, kalau terpengaruh, sejak awal tidak disahkan terlebih dahulu atau dihentikan dahulu pembahasannya.

"Kalau berpengaruh kan tidak akan disahkan dahulu. Ya tentunya akan dihentikan dulu pembahasannya atau proses tahap berikutnya yaitu proses pengesahan. Tentunya akan enggak jadi, akan ditunda begitu," kata Aan.

"Tapi yang terjadi kan malah dipercepat," sebutnya.

Aan mengatakan sangat sulit untuk mengubah atau bahkan dicabut.

"Satu-satunya jalan ya sepertinya ke Mahkamah Konstitusi ya. Dan menurut saya bisa didekati dari dua hal. Satu pengujian formil, dua pengujian materiil," pungkasnya.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads