Sinners: Salah Satu yang Terbaik Tahun Ini

Candra Aditya
|
detikPop

EDITORIAL RATING

4/5

AUDIENCE RATING

-
Poster film Sinners 2025. (Instagram.com/michaelbjordan)
Synopsis:

Siap-siap, buat kamu yang suka film horor tapi pengin ada bumbu aksi dan supernatural yang gak biasa, Sinners bisa jadi tontonan wajib. Film ini punya setting unik di era 1930-an, tepatnya di Clarksdale, Mississippi-sebuah kota kecil di wilayah selatan Amerika yang suasananya udah horor dari sananya.

Cerita utamanya ngikutin dua saudara kembar, Smoke dan Stack, yang punya impian sederhana: buka bar di kampung halaman. Bar-nya akhirnya jalan juga setelah mereka rekrut beberapa orang, termasuk sepupu mereka, Sammie, yang jago banget main musik.

Begitu malam menjelang, bar mereka mulai kedatangan tamu-tamu aneh yang bikin bulu kuduk berdiri. Dari sinilah ketegangannya dimulai. Ternyata, tamu-tamu itu bukan manusia biasa-mereka adalah makhluk supranatural yang bikin satu malam jadi penuh teror.

Yang bikin film ini makin hype, deretan pemainnya bukan kaleng-kaleng. Ada Michael B. Jordan yang udah sering banget tampil keren di film laga, terus ada Delroy Lindo sebagai Delta Slim, Hailee Steinfeld yang kita kenal dari Pitch Perfect dan Hawkeye sebagai Mary, serta Jack O'Connell sebagai Remmick.

Pemain pendukungnya juga gak kalah keren-Wunmi Mosaku (Annie), Omar Benson Miller (Cornbread), Miles Caton (Sammie Moore), Saul Williams (Jedidiah), Tenaj L. Jackson (Beatrice), Li Jun Li (Grace Chow), Jayme Lawson (Pearline), sampai David Maldonado (Hogwood).


Review:

Ada sebuah sekuens musikal dalam Sinners yang mengingatkan saya kenapa saya suka sekali medium film. Dalam pembukaan film ini, sebuah suara mengatakan bahwa kadang musik yang saking kuatnya bisa mengundang semua jiwa tidak hanya dari masa lalu tapi juga masa depan. Ryan Coogler yang kali ini bertugas sebagai penulis dan sutradara kemudian menerjemahkan gambaran itu dalam sebuah bentuk visual yang menggairahkan. Musik dari Ludwig Goransson kemudian menghentak, membuat seluruh adegan tersebut terasa seperti sebuah keajaiban.

Selain mengundang jiwa dari masa lalu dan masa depan, si narator juga menyebutkan bahwa musik yang powerful juga mengundang "mereka yang tidak ingin kita undang". Dalam kasus Sinners mereka adalah vampir. Tapi sebelum Coogler mengajak penonton untuk melihat taring para penjahat, kita akan bertemu dengan karakter-karakter utama yang menghiasi film ini.

Tokoh utamanya adalah Smoke dan Stack (keduanya dimainkan oleh kolaborator abadi Coogler, Michael B. Jordan), sepasang "berandal" yang sekarang pulang kampung. Dengan uang yang banyak di tangan mereka, mereka berniat untuk membuka bar. Mereka pun mengajak orang-orang yang tepat untuk mengisi bar mereka. Ada Sammie Moore (Miles Caton), sepupu mereka yang sepertinya akan menjadi musisi blues legendaris. Kemudian ada Delta Slim (Delroy Lindo), musisi kenamaan yang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya. Untuk makanan, mereka mengajak "mantan" istri Smoke bernama Annie (Wunmi Mosaku) yang tidak hanya ahli dalam urusan dapur tapi juga ahli dalam urusan gaib. Dialah orang yang nantinya akan memberi tahu apa yang sebenarnya mereka hadapi.

Kalau kamu mengharapkan sebuah film vampir klasik yang isinya adalah teror, Sinners bukan film untukmu. Tapi kalau kamu mencari bagaimana seorang pembuat film mencari kanvas yang baru untuk menceritakan kisah yang sudah pasaran, Sinners adalah pilihan yang tepat. Film ini bukan untuk penonton yang tidak sabaran. Temponya yang lambat justru berguna untuk membuat penonton mengenal karakter-karakternya karena percayalah, begitu kamu kenal dengan orang-orang yang ada di dalamnya, film ini tidak perlu vampir untuk membuatnya menarik.

Vampir yang ditampilkan Coogler dalam Sinners sebenarnya terlihat klasik. Sama seperti vampir di film-film lain, mereka terbakar ketika terkena matahari, anti dengan bawang putih dan mati kalau jantungnya ditusuk kayu. Tapi berbeda dengan vampir-vampir kebanyakan, mereka bisa saling connect. Jika satu orang menjadi vampir, maka memori orang tersebut bisa diakses oleh vampir lainnya. Disinilah Coogler memainkan konvensi vampir sekaligus menjelaskan kenapa film ini mengambil setting 1932 ketika orang berkulit hitam menjadi budak orang kulit putih.

Remmick (Jack O'Connell), vampir utama Sinners, menawarkan salah satu karakter utamanya untuk "bergabung" dengan dirinya. Meskipun mereka menjadi vampir, tapi mereka terkoneksi bersama. Luka satu orang artinya luka semua orang. Konsep "membagi luka" bersama ini terasa sangat menantang dan rasanya bisa jadi jawaban yang paling oke untuk melawan penjajahan yang terjadi. Kalau saja Coogler tidak menggambarkan betapa serunya menjadi manusia.

Sinners yang menghabiskan satu jam pertama untuk mengenalkan karakter-karakternya dengan telaten kemudian menghadirkan klimaks yang tak berkesudahan di paruh kedua. Kawan lama bersenang-senang, sepasang kekasih memadu cinta dan semua orang menghentakkan kaki di lantai dansa. Dan fakta bahwa Sinners direkam menggunakan seluloid membuat gambar yang ada di layar terasa lebih hidup dari film-film lain yang harganya lebih mahal.

Sinematografer Autumn Durald Arkapaw merekam Sinners dengan gairah yang meletup-letup. Meskipun setting yang ada di layar mungkin menyimpan trauma yang terpendam tapi semuanya terasa indah. Bahkan ketika Sinners memasuki teritori horor, film ini terlihat megah dan melenakan. Disaksikan di layar IMAX, Sinners terasa seperti sebuah hadiah bagi para pecinta sinema. Film ini mungkin akan tetap oke saat kamu menyaksikannya di medium lain. Tapi ketika disaksikan di bioskop, film ini mampu memberikan magis yang tidak bisa digantikan oleh apa pun.


TAGS


MOVIE LAINNYA

SHOW MORE