Tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional. Tanggal tersebut bertepatan dengan kematian Chairil Anwar.
Pemilihan tanggal tersebut untuk Hari Puisi Nasional juga mempunyai makna simbolis. Tanggal wafatnya Chairil Anwar dipilih untuk menunjukkan penghormatan terhadap karya dan jasa-jasanya.
Dikutip dari Direktorat SMP Dikdasmen, pemilihan tanggal wafatnya Chairil Anwar sebagai Hari Puisi Nasional juga dapat diartikan sebagai bentuk dramatisasi layaknya unsur dalam puisi. Peringatan tersebut tidak hanya sebagai momen mengenang, tetapi turut sebagai ajakan untuk merenungkan makna-makna dalam karya puisi dan membangkitkan semangat berpuisi di tengah masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam buku Chairil Anwar: Rabun Sastra, Hayat, & Stilistika oleh Dipa Nugraha PhD, beberapa kritikus sastra seperti Andries Teeuw dan Dami Ndandu Toda mengakui pengaruh Chairil Anwar terhadap peletakan dasar dan perkembangan puisi Indonesia modern (Pradopo, 1985, pp. 2-3).
Umar Junus (1981b, p.53) secara spesifik mengatakan kesederhanaan (sebagai lawan pemborosan) adalah suatu ciri utama sajak-sajak Chairil Anwar yang membedakannya dengan penyair angkatan sebelumnya.
Perbedaan Hari Puisi Nasional dan Hari Puisi Indonesia
Dikutip dari RRI, Hari Puisi Nasional ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Agustus 1969 Nomor 071 Tahun 1969 tentang Anugerah Seni kepada Chairil Anwar.
Sedangkan Hari Puisi Indonesia baru dirayakan pada 26 Juli 2013 setelah ditetapkan oleh para tokoh di bidang sastra pada 22 November 2012. Ketika itu, Sutardji Calzoum Bachri selaku Presiden Sastrawan Indonesia yang mendeklarasikannya.
Tanggal 26 Juli sendiri merupakan tanggal kelahiran Chairil Anwar.
Ia mendeklarasikan Hari Puisi Indonesia bersama 40 sastrawan di Anjungan Idrus Tintin, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Maka sejak itulah tanggal 26 Juli diperingati sebagai Hari Puisi Indonesia.
(nah/nwy)