Riset: Depresi pada Ayah Berdampak pada Anak sampai Bertahun-tahun Kemudian

ADVERTISEMENT

Riset: Depresi pada Ayah Berdampak pada Anak sampai Bertahun-tahun Kemudian

Novia Aisyah - detikEdu
Senin, 28 Apr 2025 20:30 WIB
Ilustrasi Ayah dan Anak
ilustrasi ayah dan anak. Foto: Getty Images/iStockphoto/StefaNikolic
Jakarta -

Salah satu stereotip sosok ayah adalah karakter yang kuat. Padahal, pada kenyataannya seorang ayah juga bisa terpuruk dan lemah.

Semacam yang diungkapkan penelitian baru dari Rutgers Health, seorang ayah yang depresi, tetapi tidak terdiagnosis atau tidak ditangani akan menyebabkan dampak sosial dan perilaku negatif kepada anak-anaknya. Dampak tersebut dapat bertahan selama bertahun-tahun.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Preventive Medicine, Kristine Schmitz, asisten profesor pediatri di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School (RWJMS), bersama dengan peneliti lain dari RWJMS dan dari Universitas Princeton dan Rider, menyebut anak-anak yang terpapar depresi ayahnya saat memasuki taman kanak-kanak, maka jauh lebih mungkin mengalami kesulitan perilaku menurut guru mereka. Anak-anak tersebut juga memiliki keterampilan sosial yang buruk pada usia 9 tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita perlu mempertimbangkan depresi pada kedua orang tua, bukan hanya ibu," kata Schmitz.

"Depresi dapat diobati, dan untuk mendukung seluruh keluarga, dokter anak harus mulai berbicara dengan para ayah tentang hal itu dan mengembangkan intervensi yang berfokus pada ayah," lanjutnya, dikutip dari Science Daily pada Sabtu (26/4/2025).

ADVERTISEMENT

Rata-rata, antara 8% dan 13% ayah di Amerika Serikat akan mengalami beberapa bentuk depresi selama tahun-tahun awal kehidupan anak mereka, dan prevalensinya meningkat hingga 50% ketika ibu juga mengalami depresi pascapersalinan. Namun, hanya sedikit penelitian fokus pada depresi ayah di luar periode pascapersalinan atau mengeksplorasi kaitan antara kesehatan mental ayah dan perilaku anak.

Untuk menutup kesenjangan riset tersebut, Schmitz dan rekan-rekannya menganalisis data dari Future of Families and Child Wellbeing Study (FFCWS) yang mengambil sampel kelahiran secara acak di 20 kota besar di Amerika Serikat sejak 1998 hingga 2000. Penelitian ini terus melacak perubahan dalam kehidupan peserta.

Masa Sulit Saat TK Dapat Berpengaruh sampai SMA

Dua titik data FFCWS menjadi kunci penilaian Schmitz. Ketika anak-anak berusia 5 tahun, ayah mereka diskrining untuk gejala depresi pada tahun sebelumnya. Selanjutnya ketika anak-anak berusia 9 tahun, guru anak-anak tersebut melakukan survei yang mencakup penilaian perilaku.

"Masuk TK merupakan tonggak perkembangan yang penting, dan kesulitan yang dihadapi pada saat itu dapat menyebabkan fokus dan perilaku yang lebih buruk di sekolah dasar yang dapat bertahan atau memburuk hingga sekolah menengah pertama dan atas," tulis para peneliti.

Para peneliti membandingkan data dari 1.422 ayah dan anaknya. Sebanyak 74% di antaranya tinggal bersama anak-anak mereka setidaknya setengah dari usia anak ketika berusia 5 tahun.

Para peneliti juga melakukan kontrol variabel sosiodemografi dan depresi ibu, sehingga dapat memetakan hubungan yang jelas antara depresi ayah dan perilaku anak.

Misalnya anak-anak yang ayahnya melaporkan gejala depresi, seperti merasa sedih; murung; atau tertekan saat mereka berusia 5 tahun, maka pada usia 9 tahun secara signifikan lebih mungkin menunjukkan kegelisahan; pembangkangan; kemarahan; serta menunjukkan tingkat kerja sama dan harga diri yang lebih rendah.

Mengapa Depresi pada Ayah Berdampak ke Anak?

Schmitz mengatakan beberapa alasan dapat menjelaskan kaitan tersebut. Pertama, depresi pada ayah menyebabkan kesulitan mengasuh anak dan kurangnya dukungan emosional bagi anak. Hal itu juga dapat menyebabkan konflik atau stres lainnya di rumah.

Schmitz mengatakan tidak ada studi berbasis populasi AS lainnya yang membuat korelasi definitif antara depresi ayah dan perilaku anak di sekolah. Temuan tersebut menunjukkan intervensi untuk mengidentifikasi dan mendukung ayah dengan gejala depresi sekaligus anak-anak mereka, sehingga dapat membantu menurunkan dampaknya.

Menurut Schmitz, mengidentifikasi dan melakukan intervensi sejak dini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan ayah sekaligus kesejahteraan anak-anak.

"Sebagai orangtua, kita dapat menjadi contoh bahwa saat kita mengalami kesulitan, kita akan mencari bantuan," katanya.

"Itulah pelajaran yang akan dipetik anak-anak seumur hidup," imbuh Schmitz.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads